Sejarah Panjang kota Surabaya tidak bisa lepas dari peranan kawasan Ampel dan sekitarnya. Sejak zaman prakolonialisme VOC, kawasan yang bersebalahan dengan sungai Kalimas ini sudah menjadi jantung peradaban kota Surabaya masa lampau.
Dalam Oud Surabaya, History of Java karya Sir Thomas Stamford Raffles (1781-1826), disebutkan bahwa kawasan Ampel memiliki konsep perkampungan yang tidak biasa pada zaman itu. Penataan masjid agung (pusat agama), alun-alun perkampungan, dan kawasan pemerintahan memiliki letak yang sangat berdekatan. Sehingga, kawasan tersebut dapat menciptakan situasi jantung peradaban sejak lama.
Selayaknya semut yang akan datang ke gula, maka banyak pedagang yang akhirnya datang ddan mengadu nasib di kawasan Ampel. Pedagang-pedagang tersebut akhirnya berinteraksi dengan warga lokal, menciptakan perkampungan, dan akhirnya melanjutkan keturunan di kawasan tersebut.
Hal ini menimbulkan arus kedatangan penduduk lintas budaya yang ingin mengadu nasib di kawasan Ampel ini. Sejak era Kolonialisme, kawasan Ampel dimanfaatkan sebagai wilayah penunjang ekonomi bersamaan dengan kawasan Kembang Jepun (Kya-Kya) untu menunjang pemerintahan yang ada di kawasan Jembatan Merah, sekitar Kebonrojo, hingga Kramatgantung.
Tak ayal, proses akulturasi warga asli Surabaya, dengan warga pendatang dari Arab, India, Cina, dan Eropa ini memunculkan berbagai produk budaya yang khas dan sulit dijumpai di wilayah lain di Nusantara. Salah satunya adalah produk jajanannya yang beragam.
Jika kita berplesiran ke kawasan sekitar Nyamplungan dan Pegirian, kita pasti menemukan pedagang yang banyak menjajakan jajanan ringan khas Timur Tengah, seperti kurma, roti Maryam, pukis arab, dan masih banyak lagi.
Masuk ke sepanjang jalan Sasak, yang berbatasan dengan kampung pecinan Kya-Kya, kios jajanan lebih beragam lagi. Makanan berat seperti nasi goreng arab, kebab, hingga gulai kambing, dan sate ayam khas nusantara berjejer di sepanjang bahu jalan. Hal ini tentu saja menciptakan aroma kenikmatan luar biasa bagi siapa saja yang melewatinya.
Andai kita berbelok ke arah timur, masuk ke kawasanan Kya-Kya, tentu saja makanannya akan berbeda. Restoran seafood kaki lima, hingga jajanan nonhalal banyak berseliweran. Apalagi saat malam, kondisinya akan semakin ramai. Namun tentu saja, walaupun terdapat preferensi jajanan yang sangat berbeda, namun para pedagang tetap dapat berjualan dengan damai dan harmonis.
Tidak perlu menunggu momen khusus dan hari-hari tertentu untuk datang dan dapat menikmati seluruh jajanan di kawasan Ampel ini, karena dapat dipastikan bahwa mereka selalu ada.
Ya! Selalu ada untuk menunggu Anda datang dan mencicipi satu persatu kekayaan jajanan di sana. Terlebih lagi, kawasan Religi Sunan Ampel selalu ramai oleh peziarah setiap hari, setiap waktu. Jadi tunggu apa lagi? Ampe menunggu Anda!