Kiper memegang posisi kunci dalam sepak bola. Selain bertanggung jawab untuk mengoordinasi alur pertahanan, ia juga bertugas menjadi juru selamat terakhir dalam skema pertandingan. Oleh sebab itu, ipper harus bersiap untuk menghadapi situasi tersulit sekalipun, patah leher misalnya.
Anda tidak salah mengeja. Bert Trautmann, kipper legendaris Manchester City medio 50-an pernah merasakannya. Laki-laki berdarah asli Jerman ini bahkan harus mengalami hal mematikan tersebut kala Man City, timnya, tinggal selangkah lagi merengkuh gelar FA kali ketiga mereka pada tahun 1956.
Sebelum terjun ke atmosfer sepak bola Inggris, Bert Trautmann adalah seorang tantara Luftwaffe yang juga berkontribusi untuk membobardir Inggris kala Perang Dunia II berkecamuk. Setelah perang usai, Trautmann memilih Inggris, negara yang ia serang sebelumnya, untuk mengadu nasib menjadi seorang pemain sepak bola.
Ia memulai karier pertama sebagai penjaga gawang di St. Helens Town FC, klub amatir di kasta bawah liga Inggris. Karena kejeniusannya menjaga gawang klub tersebut, akhirnya Man City kepincut membawanya ke Maine Road. Bert Trautmann akhirnya resmi menjadi pemain Man City pada tahun 1949.
Transfer “abnormal” tersebut tentu memancing pro dan kontra. Banyak fans yang tidak bisa menerima dengan latar belakang Bert Trautmann sebagai mantan tantara Nazi. Hal ini juga diperparah dengan basis penyintas Yahudi terbesar di Inggris ada di kota Manchester.
Namun, konflik ini tidak berlangsung lama, mengingat penampilan Bert Trautmann yang luar biasa menjaga gawang Man City periode tersebut.
Kala pertandingan menyisakan waktu 17 menit lagi, semua nampak indah bagi Bert Trautmann, dkk. Papan skor menunjukkan angka 3-1 bagi keunggulan Man City dari Birmingham City. Tiba-tiba, striker Birmingham, Peter Murphy, berhasil melewati ketatnya lini bertahan City. Ia hanya perlu melawan Trautmann sebelum menyontek bola ke gawang dan memperkecil ketertinggalan.
Duel one-on-one Tak Terelakkan
Bola berhasil dihalau Bert Trautmann. Namun tidak lama setelahnya, Trautmann merasakan kesakitan yang teramat sangat di bagian kepala dan lehernya. Wasit Alf Bond kala itupun menghentikan sementara pertandingan agar tim medis bisa melihat kondisinya.
Seperti mengulangi kepongahannya saat memilih Inggris sebagai tujuan hidup, Trautmann tidak memedulikan saran tim medis dan memilih untuk tetap menuntaskan pertandingan. Tim medis tidak berkutik.
Bert Trautmann Kembali bermain hingga akhirnya Man City sukses menjaga skor untuk selanjutnya menjadi pemenang piala FA tahun 1956. Tentu saja Bert Trautmann merayakannya, walaupun juga harus menahan rasa sakitnya.
Esoknya, Bert Trautmann mencoba memeriksakan kondisi lehernya ke dokter. Dokter sekaligus dirinya terkejut bukan main. Bert Trautmann, tanpa sadar, telah bermain 15 menit dengan leher yang patah.